HYPNOSIS for SELLING

Hipnosis SHOT-Indonesia:

HYPNOSIS for SELLING

Tampak dalam Foto dari Sebelah Kiri, Prof. Dr. H. Ahmad Sanusi, M.Ph (Direktur Program Doktor Administrasi Pendidikan), Dr. Gumilar, S.Pd.,MM (The Owner of Hypnosis SHOT-Indonesia),--Prof. Dr. Cornellia B. Jane,--Prof. Dr. H. Nana Syaodih (Alm) Berfoto Setelah Melaksanakan Pelatihan Hypnosis for Selling di Program Doktor (S-3) UNINUS Bandung.
Tampak dalam Foto dari Sebelah Kiri, Prof. Dr. H. Ahmad Sanusi, M.Ph (Direktur Program Doktor Administrasi Pendidikan UNINUS Bandung), Dr. Gumilar, S.Pd.,MM (The Owner of Hypnosis SHOT-Indonesia),–Prof. Dr. Cornellia B. Jane,–Prof. Dr. H. Nana Syaodih (Alm) Berfoto Setelah Melaksanakan Pelatihan Hypnosis for Selling di Program Doktor (S-3) UNINUS Bandung.

(CIAMIS,11/08/2016). Sebagian besar orang memiliki persepsi awal yang keliru berkaitan dengan Hypnosis for Selling, walaupun saat ini sangat marak dijumpai sebagai topik di berbagai pelatihan di bidang penjualan, sebenarnya merupakan penerapan teori-teori hipnosis (hipnotis) modern dalam bidang penjualan (selling).

Sebagaimana kegiatan hipnosis modern yang menggunakan pemahaman teknik yang murni ilmiah, maka demikianlah pula sebenarnya yang diterapkan dalam Hypnosis for Selling. Ini merupakan teknik yang sangat masuk akal pula dalam memanfaatkan komunikasi kepada pikiran bawah sadar manusia. Meskipun terdapat beberapa pihak yang menyatakan bahwa Hypnosis for Selling tidak serta-merta dapat diklaim sebagai bagian langsung dari keilmuan hipnosis (seperti halnya Stage Hypnosis atau Hypnotherapy), namun bagaimanapun juga terdapat relevansi yang kuat dari kedua sisi ilmu hipnosis dan ilmu penjualan, sehingga pemanfaatan teori-teori hipnotisme untuk melakukan penjualan akan sangat efektif untuk digunakan. Mengapa demikian? Karena kedua-duanya menitikberatkan pada pemberdayaan kualitas komunikasi manusia!

Telah diketahui bahwa bidang penjualan sendiri merupakan bidang profesi paling tua dan paling dasar di dunia yang melibatkan komunikasi. Bidang penjualan sudah jauh lebih dulu hadir sebelum dikenal profesi lain yang menggunakan komunikasi pula seperti trainer, MC, komedian, dan sebagainya.

Terlebih lagi, bidang penjualan juga menjadi unsur dasar segala jenis profesi. Seorang trainer, misalnya, sebelum ia melakukan pekerjaannya dalam memberikan pelatihan bagi pesertanya, ia “menjual” dirinya terlebih dahulu beserta manfaat pelatihannya. Profesi lain yang jarang melibatkan interaksi sosial, seperti sekretaris, akuntan, ataupun programmer, bagaimanapun juga tetap melakukan unsur penjualan dalam kegiatannya, yaitu “menjual” kapabilitas ilmunya kepada pihak lain.

Faktor utama yang menjadikan proses penjualan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan profesi lainnya adalah pemanfaatan komunikasi kepada pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor komunikasi ini bersifat mutlak, dalam kaitannya untuk menyampaikan ide/gagasan kepada pihak lain untuk disetujui/dipercayai. Seorang penjual yang baik akan dapat disimpulkan sebagai seorang komunikator yang kompeten, yang mampu menyampaikan informasi manfaat dari barang/jasa yang dijualnya kepada pihak lain.

Hal inilah yang sebenarnya mendasari adanya suatu persamaan faktor dari kegiatan penjualan dengan ilmu hipnosis, yaitu komunikasi, karena hipnosis sendiri adalah ilmu komunikasi yang menitikberatkan pada pikiran bawah sadar manusia (subconscious mind). Jadi pada prinsipnya Hypnosis for Selling memanfaatkan kaidah-kaidah hipnotisme dalam berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar untuk diterapkan dalam bidang penjualan.

Menurut teori hipnosis, pikiran bawah sadar merupakan pikiran yang lebih banyak memegang kendali terhadap tindakan dan perilaku manusia, yang persentasenya berkisar 88% dibanding dengan pikiran sadar yang hanya 12%. Maka penyampaian suatu ide/gagasan dalam komunikasi akan lebih dapat diterima secara efektif apabila mampu mencapai pikiran bawah sadar lawan bicara.

Maka apabila diaplikasikan dalam kegiatan penjualan, penyampaian ide secara persuasif (bujukan) agar calon pembeli/prospek setuju dan membeli dari kita akan lebih mudah dilakukan apabila komunikasi kita mampu menjangkau pikiran bawah dari calon pembeli/prospek. Oleh karena itu penerapan pola-pola bahasa hipnosis dalam teknik menjual menjadi hal yang perlu dipelajari dan diterapkan oleh si penjual.

Pola-pola bahasa hipnosis yang digunakan dalam Hypnosis for Selling akan mengacu pada prinsip bagaimana cara menyampaikan sugesti (pesan kepada pikiran bawah sadar) dengan gaya Permissive (himbauan), yaitu secara tidak langsung, bukannya sugesti secara langsung yang bertipe Authorian (perintah).

Penggunaan gaya Authorian seperti yang digunakan pada Hipnosis Pertunjukan (Stage Hypnosis) tidak akan berjalan secara efektif dalam Hypnosis for Selling. Mengapa? Karena dalam kegiatan penjualan kecil sekali kemungkinan untuk dapat melakukan tes sugestibilitas (mencari tahu apakah seseorang sangat responsif terhadap sugesti dari orang lain atau tidak).

Jadi Hypnosis for Selling bukanlah mengajarkan agar Anda melakukan perintah kepada calon pembeli/prospek untuk secara serta-merta membeli dari Anda. Atau lebih jauh lagi dengan menggunakan rapid induction (induksi cepat) seperti menarik lengan lawan bicara secara tiba-tiba dan langsung diberikan sugesti.

Hypnosis for Selling lebih banyak mengaplikasikan penyampaian sugesti secara Permissive atau tidak langsung. Teknik penyampaian sugesti secara tidak langsung ini diperkenalkan oleh ahli hipnotis jenius yang bernama Milton Erickson (1901-1980). Kini metode penyampaian secara tidak langsung ini oleh kalangan hipnotis disebut sebagai Ericksonian Hypnosis.

Milton Erickson dikenal sebagai tokoh NLP (Neuro Linguistic Programming). Ia adalah salah satu figur yang dipelajari dan dimodel oleh John Grindler dan Richard Bandler, penemu kaidah cara berpikir dan berkomunikasi secara efektif yang dinamakan Neuro Lingustic Programming (NLP) tersebut. Sebagian besar cara berkomunikasi dalam Hypnosis for Selling pada dasarnya mengacu pada prinsip Ericksonian Hypnosis, yang akan sangat serupa pula dengan kaidah NLP.

Selain digunakan untuk mempengaruhi lawan bicara dengan Permissive, Hypnosis for Selling juga memanfaatkan aspek self-hypnosis (hipnosis diri) untuk memperkuat motivasi dan pengembangan diri bagi si penjual. Sebuah kepercayaan diri dalam menjual menjadi faktor kunci, sebagaimana juga sebuah kepercayaan diri yang mutlak diperlukan dari seorang penghipnosis untuk dapat menghipnosis subjeknya.

Kaidah hipnosis berprinsip bahwa semua orang dapat dihipnosis, asalkan seseorang tersebut memahami komunikasi, bersedia secara sukarela, dan memiliki kemampuan fokus.

Prinsip yang sama berlaku pada Hypnosis for Selling, bahwa sebenarnya semua orang dapat dibujuk secara persuasif atau diprospek, dengan syarat-syarat yang sama seperti di atas. Lebih lanjut lagi, dengan memiliki kemampuan komunikasi, semua orang dapat menghipnosis orang lain. Kemampuannya boleh jadi telah tumbuh sebagai bakat, sebagaimana halnya orang yang memiliki bakat berkomunikasi, namun dapat pula ditumbuhkan dan dipelajari. Maka, sama halnya pula dalam kegiatan penjualan, pada prinsipnya semua orang dapat melatih kompetensi dalam menjual.

1. Menciptakan Trance Sebelum Persuasip

Penggunaan teknik komunikasi yang mengacu pada prinsip-prinsip Ericksonian diterapkan saat calon pembeli/prospek dalam kondisi sadar sepenuhnya ini disebut sebagai waking hypnosis (hipnosis secara sadar). Penggunaan istilah waking hypnosis pertama kali dicetuskan oleh Wesley Wells tahun 1924 dan dimuat dalam buku tulisannya yang terbit lima tahun sesudahnya dan berjudul “An Outline of Abnormal Psychology”. Ia berpendapat bahwa meskipun seseorang masih dalam keadaan membuka mata, ia masih tetap dapat terhipnosis. Lewat berbagai riset ditemukan adanya perubahan gelombang otak saat kondisi trance mulai dicapai. Perubahan tersebut dapat diukur dengan menggunakan EEG (electroencephalograph), dan secara garis besar gelombang otak tersebut dibedakan dalam 4 jenis, yaitu: (1) Beta (14-30 Hertz); (2) Alpha (8-14 Hertz); (3) Theta (4-8 Hertz); dan (4) Delta (0-4 Hertz).

Dalam kondisi normal saat kita melakukan pekerjaan sehari-hari, gelombang otak yang dominan adalah Beta. Saat seseorang dalam keadaan rileks dan mulai terhipnosis, gelombang otak yang dominan mulai bergeser dari Beta ke Alpha (trance ringan / light trance).

Trance merupakan kondisi dimana pikiran sadar (conscious mind) kita tidak lagi memegang kendali seutuhnya dan mulai digantikan oleh pikiran bawah sadar (subconscious mind). Semakin dalam orang masuk dalam kondisi hipnosis, semakin rendah gelombang otaknya, mulai ke Theta (medium trance), dan Delta (high trance).

Joe Vitale, salah seorang kontributor dari film dokumenter dan buku fenomenal “The Secret”, menulis dalam bukunya yang berjudul “Hypnotic Writing” (2007) bahwa trance dapat pula dicapai dalam kondisi waking hypnosis, seperti halnya yang terjadi saat kita menonton film dengan asyik atau larut membaca buku yang bagus.

Trance dalam kondisi waking hypnosis yang demikian ini dinyatakan sebagai konsentrasi perhatian. Dan pada saat trance yang seperti inilah penawaran barang/jasa dilakukan.

Hal ini diperjelas dalam bukunya yang lain yang berjudul “Buying Trances” (2007). Trance dalam penjualan terjadi saat calon pembeli/prospek mulai mencapai keadaan rileks, tenang, dan menaruh perhatian kepada si penjual.

Dalam hal ini trance yang dicapai dalam penjualan adalah light trance (pada kondisi Alpha), karena dalam proses penjualan tidak diperlukan tindakan hipnosis untuk membawa ke kedalaman yang lebih rendah seperti Theta dan Delta.

Seperti seorang penghipnosis yang haruslah membawa subjeknya menuju ke keadaan trance terlebih dahulu sebelum memasukkan sugesti, demikian pulalah seharusnya seorang penjual bertindak.

Dengan konsep Hypnosis for Selling, penjual yang baik selayaknya mampu membawa calon pembeli/prospek untuk dibawa ke kondisi trance, yang berarti calon pembeli/prospek telah memberikan perhatian kepada barang/jasa yang ditawarkan penjual tersebut.

Apabila calon pembeli/prospek telah berada dalam kondisi trance, akan sangat mudah bagi penjual untuk menutupnya (close the sales).

Sebenarnya inilah hakikat dari konsep Hypnosis for Sellingsebagai suatu teknik penjualan dengan pola-pola hipnosis. Sebagaimana misalnya dalam hipnosis panggung (stage hypnosis), sebelum subjek terhipnotis belum dibawa ke dalam kondisi trance, akan sangat mustahil subjek disugesti untuk menghilangkan angka 6 dalam pikirannya, melupakan namanya sendiri, dan hal-hal menarik lainnya!

Tentu saja perilaku yang sama akan ditunjukkan oleh calon pembeli/prospek, sebelum ia memusatkan perhatiannya kepada perkataan Anda, saran-saran persuasif akan sulit diterima.

Tentu saja perilaku yang sama akan ditunjukkan oleh calon pembeli/prospek, sebelum ia memusatkan perhatiannya kepada perkataan Anda, saran-saran persuasif akan sulit diterima.

Setiap pemasar rata-rata dari mereka telah menguasai teknik penutupan dengan asumsi (assumption close), alternatif (alternate close), dan lain sebagainya. Namun tidak jarang hasil yang mereka terima malahan berkebalikan dari apa yang diharapkan.

Setelah kalimat-kalimat yang sarat akan muatan teknik penutupan dilontarkan, bukannya calon pembeli/prospek secara serta-merta menyetujui penawaran, namun langsung bereaksi secara kurang lebih demikian: “Tunggu, tunggu! Bukankah saya belum memutuskan untuk membeli?”, atau pula setidaknya mereka mengisyaratkan penolakan (resistensi) secara tersirat.

Teknik-teknik penjualan yang seperti ini bukannya tidak efektif, justru malahan teknik ini sangat powerful sekali untuk digunakan. Sebagian besar dari tenaga penjual menyetujui pemecahan masalah bahwa teknik ini tidak berjalan karena digunakan sebelum calon pembeli/prospek mencapai kondisi trance‟!

Dengan kata lain, seperti halnya sugesti akhir yang hanya bisa diterima apabila subjek telah mencapai kondisi trance, demikian pula closing techniques yang selayaknya dilakukan hanya sesudah calon pembeli/prospek mencapai „trance‟. Tanpa membawa calon pembeli/prospek kepada trance, hampir mustahil penjualan terjadi.

Maka, sebelum sebuah penjualan dimulai, upaya-upaya untuk menciptakan ‘trance‘ bagi calon pembeli/prospek mutlak diperlukan. Hal yang nampaknya sepele tetapi memegang pengaruh yang sangat dominan terhadap peluang keberhasilan penjualan.

Bagaimana melakukan „trance‟ kepada calon pembeli/prospek? Tindakan ini dapat dilakukan dengan menerapkan konsep hipnosis pada umumnya, mulai dari membina Rapport hingga penggunaan pola bahasa sugestif, yang kemudian diintegrasikan secara khusus untuk kegiatan penjualan.

 2. Membina “Rapport”

Rapport”, adalah kedekatan hubungan atau keakraban merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan proses hipnosis yang dilakukan oleh penghipnosis terhadap subjek terhipnosis. Kegagalan penghipnosis membina keakraban dengan subjeknya akan menyebabkan pikiran bawah sadar (subconscious mind) si subjek tetap resisten terhadap langkah-langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh penghipnosis.

Demikian pula halnya dengan Hypnosis for Selling. Berhasil tidaknya sang penjual membina “Rapport” kepada calon pembeli akan sangat menentukan hasil akhir yang terjadi.

Ini dimungkinkan karena manusia cenderung lebih menerima informasi yang disampaikan oleh pihak lain yang dirasa handal dan akrab dengannya dibanding informasi yang disampaikan oleh figur yang terasa asing dan tidak kompeten. Saat keakraban terbentuk, saran-saran sugestif dari si penjual akan mudah diterima pikiran bawah sadar (subconscious mind) dari calon pembeli.

Caranya membentuk sebuah Rapport dengan calon pembeli dalam hipnosis, ada 2 (dua) buah faktor yang perlu diperhatikan untuk terciptanya sebuah Rapport, yaitu aspek fisiologi (physiology) dan psikologi (psychology).

Aspek fisiologi, merupakan aspek yang berhubungan erat dengan kesan awal yang diterima panca indera dari subjek terhipnosis terhadap penghipnosis itu sendiri. Sehingga, seorang penghipnosis haruslah mampu menimbulkan gambaran sebagai seorang yang kompeten, memiliki pengetahuan yang baik dan mumpuni, serta dapat memberikan kenyamanan secara menyeluruh bagi panca indera subjek terhipnosis, yang meliputi: penglihatan (visual), pendengaran (auditory), perasaan (kinesthetic), penciuman (olfactory), dan pengecap (gustatory).

Dalam kaitannya dengan penjualan, seorang penjual tentulah wajib memiliki keterampilan untuk menimbulkan gambaran sebagai seorang profesional yang mampu diandalkan dalam bekerja sama, memiliki pengetahuan yang baik tentang produk/jasa yang ditawarkan, dan mampu memberdayakan penampilan yang diterima oleh panca indera calon pembeli.

Sebagai contoh misalnya: berpenampilan baik dan pantas sesuai dengan profesinya (visual), memiliki teknik dan kualitas nada bicara yang baik (auditory), menimbulkan kesan nyaman, jujur, dan hangat (kinesthetic), serta tidak menimbulkan nuansa bau yang tidak sedap (bau mulut, bau badan, maupun atribut yang lain). Aspek berikutnya, yaitu psikologi, meliputi teknik-teknik yang secara psikologis mampu menimbulkan kesan akrab dan nyaman bagi subjek terhipnosis. Aspek ini meliputi: Verbal/Non Verbal Agreement, Mirroring & Matching, Language Pacing, dan Eye Contact & Eye Allignment Technique.

Dari sudut pandang psikologis bahwa manusia menyukai orang yang serupa atau sependapat dengan dirinya. Demikian pulalah teknik Verbal/Non Verbal Agreement ini terjadi. Sebuah hubungan akan terjalin saat seseorang bersependapat dan berkesesuaian dengan orang lain.

Dengan memberikan “clue” persetujuan secara Verbal seperti penggunaan kata “Ya”, “Saya mengerti”, dll. terlebih dahulu sebelum menyampaikan argumen /pendapat yang berbeda akan lebih memudahkan pikiran bawah sadar (subconscious mind) merasa lebih nyaman. Bahasa tubuh yang menunjukkan persetujuan sangat diperlukan pula, yang meliputi anggukan, sorotan mata persetujuan, ekspresi wajah, dan postur tubuh condong ke depan.

Mirroring & Matching adalah teknik membangun Rapport terhadap lawan bicara dengan cara meniru dan menyamakan bahasa tubuhnya. Teknik ini dikenal juga secara populer dalam Neuro Linguistic Programming (NLP).

Teknik ini akan membuat pikiran bawah sadar (subconscious mind) subjek terhipnosis merasa nyaman karena adanya kesamaan bahasa tubuh tersebut.

Jenis bahasa tubuh yang dapat ditirukan adalah: postur dan gerakan tubuh, ekspresi wajah, aksen dan kecepatan bicara, serta pola nafas dari subjek terhipnosis. Mirroring & Matching hanya pada gerakan yang sekiranya disukai lawan bicara, sehingga gerak tubuh yang tidak normal akibat gangguan sesuatu atau kebiasaan buruk sangatlah tidak disarankan untuk ditirukan.

Language Pacing merupakan teknik dalam Neuro Linguistic Programming (NLP) pula yang membentuk Rapport dengan cara menganalisa kecenderungan pemilihan kata yang digunakan subjek terhipnosis untuk kemudian diadaptasi dan dipergunakan kembali oleh kita. Pemilihan kata yang serupa sesuai dengan kecenderungan subjek terhipnosis akan menyebabkan pikiran bawah sadarnya (subconscious mind) menjadi lebih nyaman karena adanya kesamaan dan mudah menyerap informasi yang diberikan.

Lebih lanjut lagi, dipahami bahwa tiap-tiap manusia mempunyai kecenderungan indera yang dominan dalam menerima informasi yang diberikan kepadanya, apakah secara visual (penglihatan), auditory (pendengaran), atau kinesthetic (perasaan).

Dengan melakukan analisa terhadap kecenderungan sistem inderawi yang digunakan oleh subjek terhipnosis, seorang penghipnosis dapat pula melakukan Language Pacing dengan pemilihan kata berdasarkan dominansi indera tertentu dari subjek terhipnosis, misalkan: “kelihatannya”, “nampaknya”, (visual), “kedengarannya” (auditory), ataupun “rasanya” (kinesthetic).

Eye Contact & Eye Allignment Technique merupakan teknik kontak mata dan sudut pandang yang menimbulkan kondisi lebih nyaman bagi subjek terhipnosis. Apabila sekarang ini Anda diumpamakan sedang bercakap-cakap dengan seseorang, di sudut kiri atau kanankah sebaiknya posisi lawan bicara itu berada sehingga akan terasa lebih nyaman bagi Anda? Bagi Anda yang bukan kidal, sebagian besar akan menjawab sisi kanan.

Demikian pulalah yang seharusnya terjadi dalam interaksi penghipnosis dan subjek terhipnosis. Pengambilan posisi di sudut kanan subjek dalam berkomunikasi akan menimbulkan suasana yang lebih nyaman bagi pikiran bawah sadar (subconscious mind) lawan bicara.

Adanya kontak mata yang cukup juga memegang peranan penting dalam menciptakan Rapport. Tidak terjadinya kontak mata antara penghipnosis dan subjek terhipnosis berarti tidak terjalinnya hubungan antara penghipnosis dan pikiran bawah sadar (subconscious mind) dari subjek penghipnosis. Sebaliknya, kontak mata yang berlebihan, tidak wajar, dan terlalu dipaksakan akan menyebabkan resistensi / penolakan dari pikiran bawah sadar (subconscious mind) subjek terhipnosis.

Lantas, bagaimana caranya memberikan kontak mata yang cukup dan menyenangkan kepada subjek terhipnosis? Kuncinya adalah memberikan sugesti kepada pikiran bawah sadar (subconscious mind) kita sendiri untuk secara tulus, akrab, dan terbuka menjalin komunikasi dengan lawan bicara.

 3. Pola Bahasa Sugestif

Dalam memberikan sugesti kepada pikiran bawah sadar (subconscious mind) seorang subjek, terdapat kaidah-kaidah/pola bahasa tertentu yang menentukan keberhasilan proses hipnosis yang terjadi.

Kaidah inilah yang dimaksudkan dengan pola bahasa sugestif. Setelah suatu hubungan (Rapport) terjalin, tanpa memahami dan mempraktikkan pola-pola bahasa sugestif, keberhasilan sugesti sangatlah kecil kemungkinannya. Sebaliknya, tanpa adanya sebuah Rapport yang terbentuk, kemungkinan keberhasilan sugesti hampir mendekati nol persen!

Oleh karenanya, pola-pola bahasa sugestif yang mendukung keberhasilan sugesti sangatlah perlu untuk dipelajari. Hal ini dapat dimanfaatkan pula untuk melakukan saran-saran persuasif dalam kegiatan penjualan, dengan tujuan agar dapat dicapainya sebuah penutupan penjualan (close the sales).***


Melayani Hypnotherapi, Hypnotis Training, Ruqyah Syar’iyyah & Konsultan Usaha Hubungi: Dr.Gumilar,S.Pd.,MM.,CH.,CHt.,pNNLP, Contact Person HP. 081323230058, PIN BB 58640EF8.**

Pos terkait

banner 468x60