CIAMIS: “PENYAKIT MENULAR SEXUAL (PMS)”

CIAMIS:

“PENYAKIT MENULAR SEXUAL (PMS) DI CIAMIS SEPERTI TEORI  GUNUNG ES…?”

Oleh:

Dr. Gumilar, S.Pd.,MM

Saya bukan ahli kesehatan tetapi tidak ada salahnya untuk memberikan sumbang saran melalui tulisan ini, mungkin saja dapat bermanfaat untuk kita semua.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

(( Foto: Saat diskusi  PMS (Penyakit Menular Seksual) di Kalangan Pelajar) )

Dewasa ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya isu tersebut dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development, ICPD), di Kairo, Mesir, pada tahun 1994. Hal penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi.

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, sosial secara utuh, tidak semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi, dan organ reproduksi. Pencapaian kesehatan reproduksi mencakup pencapaian kehidupan seksual yang memuaskan dan aman, serta pasangan atau individu bebas menentukan keinginan mempunyai anak, kapan, dan berapa jumlahnya.

Semua orang, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dalam mengatur jumlah keluarganya, termasuk memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara-cara kontrasepsi sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai. Selain itu, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya, seperti pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi anak, kesehatan remaja dan lain-lain. Untuk itu dibutuhkan perangkat, teknik, dan sistim pelayanan yang menjamin terpeliharanya kesehatan reproduksi seseorang, baik berbentuk upaya pencegahan maupun  pengendalian gangguan atau penyakit reproduksi.

Kebijakan nasional kesehatan reproduksi di Indonesia pada saat ini memprioritaskan pelayanan empat komponen atau program terkait yaitu Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja, serta Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS (Human Immuno-deficiency Virus/Acquired Immuno-deficiency Syndrome)  yang disebut Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE).

Pelaksanaan PKRE bertumpu pada pelayanan dari masing-masing program terkait yang sudah tersedia di tingkat pelayanan dasar, dan paket PKRE ini merupakan keterpaduan berbagai pelayanan dari program terkait tersebut. Bentuk pelayanan terpadu lebih berorientasi kepada kebutuhan klien.

Adanya perbedaan sasaran dalam tiap komponen kesehatan reproduksi dan perbedaan masalah pada tiap klien, menuntut adanya pelayanan yang komprehensif, namun spesifik, dan sesuai dengan kebutuhan klien. Dengan demikian setiap komponen program kesehatan reproduksi memasukkan unsur komponen kesehatan reproduksi lainnya untuk mendukung terciptanya pelayanan kesehatan reproduksi yang integratif atau terpadu pada klien dan sesuai dengan kebutuhan klien.

Penyakit Menular Seksual  merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi (ISR) yang ditularkan melalui hubungan kelamin.  Dari analisis data yang dihimpun di Indonesia, prevalensi PMS tidak didokumentasikan secara nasional. Tetapi perlu disadari, angka prevalensi ISR di Indonesia cukup tinggi. Beberapa tahun terakhir ini tampak mulai kecenderungan meningkatnya prevalensi PMS.

Penelitian pada klien KB di Jakarta Utara (1997) mendapatkan angka Kandidiasis 22%, Bakterial Vaginosis 9,9%, Trikomoniasis 4,5%, Gonore 1,2%, Klamidia 9,3% dan sifilis 0,8% ( Iskandar,1998). Studi di Surabaya, Jawa Timur (2003) mendapatkan hasil Kandidiasis 8,6%, Bakterial vaginosis 24,8%, Trikomoniasis 23,6%, Gonore 26,9%, Klamidia 22,1% dan Sifilis 9%. Sedangkan studi yang dilakukan di Jakarta (2006) mendapatkan hasil Bakterial Vaginosis 13,3%, Klamidia 10,2%, Herpes Genital 9,3%, HIV 1,2% dan Sifilis 0,2% (YMI 2007).8

Data PMS di Kabupaten Ciamis  sampai saat ini belum dapat memberikan gambaran epidemiologis PMS sehingga belum dapat memperlihatkan besarnya masalah PMS yang akurat yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan besarnya derajat epidemi HIV/AIDS disuatu daerah dan untuk mengetahui dampak program intervensi PMS. Seperti halnya masalah PMS di Ciamis bagaikan “Teori Gunung Es di Lautan”

Beberapa Puskesmas di Kabupaten Ciamis  sudah melaksanakan paket PKRE dengan salah satu program yaitu Penanggulangan PMS termasuk HIV/AIDS melalui intervensi seperti Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), pengobatan PMS secara pendekatan sindrom maupun berdasarkan hasil Laboratorium walau sarana laboratorium yang ada masih minim.

Puskesmas  memulai paket PKRE sejak beberapa tahun terakhir, didukung dengan pelatihan program-program PKRE yang diberikan pada petugas Puskesmas, sosialisasi, monitoring dan evaluasi paket PKRE yang diikuti petugas Puskesmas tersebut secara rutin. Dari kegiatan tersebut berarti secara teknis petugas puskesmas sudah melaksanakan alur pelayanan klinis paket PKRE.

Beberapa kasus Gonorhoe positif yang terjaring di beberapa Puskesmas  Kabupaten Ciamis.

Beberapa kasus penyakit, baik penyakit yang baru maupun penyakit lama mengalami perubahan gejala, sehingga memerlukan metode yang lebih baik pada sistim pelayanan kesehatan. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah dan hasilnya banyak mengalami hambatan, karena belum berhasilnya promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Faktor yang mempengaruhi pelayanan adalah faktor tenaga kesehatan yaitu orang yang mengabdikan di bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan pelatihan khusus seperti, tenaga pemasang alat kontrasepsi Keluarga Berencana, pemeriksaan penyakit menular seksual dan keahlian khusus lainnya. Hal inilah yang membedakan tenaga bidang kesehatan dengan tenaga lainnya, sehingga para tenaga bidang kesehatan ini harus mempunyai pendidikan dan keahlian  melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia serta lingkungannya.

Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan, sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka akan mempengaruhi pembangunan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau masyarakatnya. Masyarakat dari semua lapisan memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Tentunya aparatur kesehatan (dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya) tidak bisa bekerja sendirian untuk masalah PSM. Sebaiknya melakukan sosialisai PSM melibatkan tenaga pendidik dan kependidikan, siswa, dan lembaga pendidikan lainnya secara berantai.(08/03/2011)**


Melayani Hypnotherapi & Hypnotis Training Hubungi: Dr.Gumilar,S.Pd.,MM.,CH.,CHt.,pNNLP,

Alamat: Dusun Panoongan, Desa Kertaraharja, Kec. Panumbangan, Kab. Ciamis, Jawa Barat, Indonesia, Contact Person HP. 081323230058, PIN BB 25B32303, atau https://drgumilar.wordpress.com/2014/01/15/hypnosis-shot-indonesia/ ***

Pos terkait

banner 468x60